NAPAK TILAS KH.SAMANHUDI




            Kunjungan dalam rangka Napak Tilas KH.Samanhudi yang diikuti oleh siswa-siswi Sekolah Penerus Bangsa kloter ke-3 pada Minggu (24/09/2017) pagi pukul 08.45 hingga pukul 14.10 . Kegiatan ini di awali dengan sampainya di Museum Samanhudi yang beralamat di Jl.Samanhudi no.75 , Sondakan, Surakarta. Yayasan Warna Warni mendirikan Museum Haji Samanhudi di tengah Kampoeng Batik Laweyan ini.
            Sudarno Nadi adalah nama kecil dari Haji Samanhudi. Beliau lahir pada tahun 1868 di kampung Blethikan dan meninggal pada tahun 1956 ,selama 88 tahun separuh dari usia di peruntukkan untuk Sarikat Islam. Beliau adalah cucu dari saudagar batik yaitu Eyang Karto dan merupakan anak dari Eyang Ahmad Zain. Sudarno Nadi memiliki dua saudara yaitu Ali dan Amir. Lalu beliau menikah dengan putri dari Haji Bajuri bernama Ibu Suginah. Setelah beliau menikah, nama beliau di ganti menjadi Wiryo Wikoro. Pada tahun 1904 beliau melaksanakan ibadah haji, lalu ketika pulang beribadah nama beliau berganti lagi menjadi Haji Samanhudi. Ketika beliau masih berusia 13 tahun, beliau menjadi pengelola usaha batik orang tuanya. Lalu saat sudah berusia 19 tahun, beliau menjadi pengusaha ternama di dunia dan telah meperkerjakan kurang lebih 200 pegawai dengan jumlah produksi sekitar 750 batik setiap harinya. Beliau pun memiliki istri kedua yaitu Ibu Marbingah yang merupakan keturunan darah biru dari Kerajaan Mangkunegaran. Lalu seiring berjalan waktu usaha yang telah di besarkan oleh Haji Samanhudi mengalami penurunan pesat akibat dari Ibu Suginah yang pisah ranjang dengan Haji Samanhudi. Usaha tersebut sempat di pimpin oleh anak beliau yang kedua namun setelah anak beliau menikan sudah tidak ada lagi yang mau mengurusi. Haji Samanhudi memiliki anak angkat di daerah prambanan Klaten, Beliau menghabiskan masa tuanya disana yang dikenal “Pak Haji”.  (Sumber: Bapak Suwardi selaku penanggung jawab museum)
            Desa Sondakan memiliki misi yaitu membangun sinergi, potensi daerah dengan meningkatkan layanan, usaha dan kesejahteraan dengan menjaga sapta pesona di Kelurahan Sondakan. Kelurahan Sondakan mengadakan kegiatan Napak Budaya Samanhudi ( NBS ) yang diadakan sekali dalam satu tahun yaitu pada Jumat Pahing untuk mengenang jasa Kyai Haji Samanhudi. Kegaiatan tersebut diantaranya yaitu malam tirakatan( mendoakan Kyai Haji Samanhudi ), lalu di lanjut dengan acara Nyadran , dan diakhiri dengan Kirab. ( Sumber : Ibu Santi selaku Staff Kelurahan Sondakan )
            Di Kecamatan Laweyan terdapat Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Laweyan. Awalnya Masjid Laweyan merupakan tempat ibadah Pura peninggalan masa Kerajaan Pajang, lalu di jadikan menjadi langgar (musholla), dan akhirnya menjadi Masjid Laweyan ini. Masjid ini pun memiliki corak Hindu-Islam. Didepan Masjid ini terdapat jembatan yang memisahkan Kota Surakarta dengan Kabupaten Sukoharjo, namanya adalah Kali Kabangan yang pada jaman dahulu menjadi jalur perdagangan saudagar penghasil kapas di desa ini. Saat KH.Samanhudi meninggal dunia, beliau juga di arak melewati jembatan yang merupakan anak sungai Bengawan Solo tersebut. ( Sumber : Mas Zahran )


                                                          Tugu Batik Laweyan
            Setelah kita mendengarkan cerita sejarah dari beberapa narasumber tersebut kita berkeliling ke tempat-tempat yang berkaitan dengan Samanhudi diantaranya yaitu : rumah KH.Samanhudi yang merupakan hadiah dari Bapak Soekarno, makam Keluarga KH.Samanhudi, Tugu Batik Laweyan, lalu terakhir ke rumah milik KH.Samanhudi yang dibawah tempat tidurnya terdapat ruang bawah tanah yang bisa disebut sebagai tempat untuk menenangkan hati dan pikiran beliau.
            Di museum terdapat banyak pigura dan foto mulai dari keluarga KH.Samanhudi, perjalanan Sarekat Islam, dan ciri Khas dari desa Sondakan. Disana juga terdapat malam yang digunakan untuk membatik. “Batik” itu sendiri berasal dari kata bab dan tik dimana bab berarti mulai dan tik berarti titik. Batik terdiri dari tiga jenis yaitu  Batik Tradisi, Batik Kontemporer, dan Batik Modern. KH.Samanhudi adalah seseorang yang berjiwa nasionalis, beliau memiliki sembilan anak dari kedua istrinya dimana delapan anak dari istri pertama dan satu anak dari istri kedua. Disana terdapat berita-berita dan artikel-artikel yang memuat berita tentang KH.Samanhudi.
            

                                                        Susunan Komite Sarikat Islam

                                                       masa tua KH.Samanhudi

Sebelum menjadi SDI berdiri itu merupakan organisasi ronda kampung di Laweyan namanya Rekso Rumekso lama kelamaan menjadi besar kemudian berganti nama menjadi Sarikat Islam dan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Orang yang berjasa membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga SDI yaitu Raden Mas Tirtoadisoerjo yang juga tercantum dalam buku dan di dalam buku sang pemula karya Pramudyanan Catur namanya menjadi “Mingke”. Dan dijuluki Bapak Pres INDONESIA. Saat ini patungnya di Monumen Pers yang terkenal kumisnya yaitu Kumis Pak Raden. Selain itu beliau orang pertama yang memiliki senjata SDI yaitu Medan Priyayi
Tjokroaminoto memiliki kos yang di sewa oleh orang-orang yang paham kebangsaan sehingga dijuluki Guru Bangsa. Namun  KH. Samanhudi tidak kos di tempat beliau. Selain itu juga terdapat gamabar-gambar saat kejayaan Laweyan jaman dahulu, macam-macam batik dan pewarna untuk Batik. Kata laweyan berasal dari kata Lawe yaitu Membuat. 













                                                                            😊


Komentar

Posting Komentar